Kamis, 08 Agustus 2019

Menilik Kembali Sejarah Idul Qurban


Oleh : Agus Nur Ikhsan Kurniawan 

Kemuliaan bulan Dzulhijjah sebagaimana dijelaskan oleh Al Alamah Syeh Abdul Hamid dalam kitabnya Kanyun Najah was Surur diantaranya adalah terkabulnya doa oleh Allah SWT. Hal tersebut dikarenakan pada bulan Dzulhijjah adalah bulan ibadah haji dan bulan qurban. Pada bulan Dzulhijjah, utamanya sepuluh hari pertama sampai dengan hari kesepuluh, kita sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Rajin beribadah, meningkatkan amal sholih, serta memperbaiki hubungan sosial dengan sesama manusia.


Diantara sepuluh hari pertama pada bulan Dzulhijjah, terdapat puasa sunah yang dianjurkan oleh Rusulullah SAW, yaitu puasa sunah tarwiyah dan puasa sunah arofah. Pada hari ini bagi yang tidak mempunyai halangan, kita semua dianjurkan untuk melaksanakan puasa sunah tarwiyah. Puasa sunah tarwiyah adalah puasa untuk mengingat kembali perjalanan Nabi Ibrahim AS dari negeri syam hingga makkatul mukarromah seraya memikirkan diri atas mimpi menyembelih putranya (Nabiyullah Ismail AS). Pahala yang terkandung didalamnya adalah mendapatkan kebaikan dari Allah SWT dari jalan yang tidak disangka-sangka. Sedangkan puasa sunah arofah adalah keyakinan Nabi Ibrahim AS bahwa mimpi menyembelih putranya datangnya dari Allah SWT. Sehingga hari arofah tersebut menjadi titik balik keyakinan Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih Putranya Nabinyullah Ismail sebagai bentuk kepatuhan dari seorang hamba kepada Tuhanya.

Sejarah perintah berqurban kepada Nabi Ibrahim yang diminta menyembelih putranya (Nabi Ismail) dan kemudian diganti domba adalah sebuah bukti bahwa Islam sangat melindungi hak asasi manusia dan cinta perdamaian. Al Qur’an mencatat sejarah ini sebagai bentuk penyempurnaan manusia berbakti pada Allah dalam Surat As Shaffat ayat 102: yang artinya : Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama ibrahim, Ibrahim berkata : "Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu". Ia menjawab : Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Dan dihari kesepuluhlah perintah berkurban tersebut dilaksanakan. hari yang dikenal dengan hari Nahr.

Sejarah diatas memberikan banyak pelajaran bagi kita semua khususnya umat muslim.
Pelajaran yang pertama adalah kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Menurut KH. Bahaudin Nursalim atau yang biasa akrab disapa Gus Baha', mendefinisikan model kepatuhan seorang hamba adalah dengan tidak menanyakan perintah yang diberikan dari Tuhan kepada hamba tersebut. Seperti halnya perintah untuk melaksanakan Shalat, maka sangat tidak diperkenankan seorang hamba menanyakan kembali kepada Tuhanya, apa itu kegunaan shalat, apa baikknya kita shalat dan lain sebagainya. Allah SWT hanya mau kita melaksanakan semata tanpa menanyakan alasan dan lain sebagainya. adapun fadhilah atau keutamaan-keutamaan itu hanyalah akibat setelah kita melaksanakan sebuah ibadah.

Pelajaran yang kedua adalah pengorbanan seorang hamba untuk melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan. Nabinyullah Ibrahim telah memberikan suritauladan kepada kita semuanya, bahwa keikhlasan akan membuahkan hasil yang maksimal untuk melaksanakan perintah-perintah Allah SWT. Bangsa indonesia sendiri telah membuktikan bahwa pengorbanan dan keikhlasan akan memetik hasil yang baik dan maksimal. Seperti contoh para pendahulu kita, yang susah payah memperjuangan kemerdekaan Indonesia dari kolonialisme bangsa eropa yang telah menjajah begitu lamanya kepada kita, namun alhamdulillah dengan pengorbanan para pendahulu kita akhirnya sampai dengan sekarang kita bisa menikmati kemerdekaan Indonesia.

Ulama meyakini bahwa hari Idul Qurban adalah hari diharamkanya semua kekerasan dimuka bumi ini. Hal terpenting lainnya adalah tentang memanusiakan sesama anak bangsa dengan cara yang tepat dengan tidak mencela, menghardik dan lain sebagainya. lebih utama lagi adalah mencintai tanah air Indonesia atau hubbul wathan. Kita tahu bahwa Makkah adalah negeri yang disanjung oleh Nabi Muhammad SAW dan sebagai titik sejarah peradaban dunia. Begitu pula setelah beliau Hijrah ke Madinah, beliau sangat mencintai negeri madinah. Sebagai contoh adalah ketika nabi Muhammad SAW bepergian diluar madinah, ketika kembali dan hendak sampai ke negeri Madinah, beliau mempercepat laju perjalanannya. Maka dinegeri tercinta Indonesia pulalah kita harus menjaga rasa cinta damai yang sentosa ini. Karena negeri ini adalah tempat dilahirkannya kita, tempat ibadah kita, tempat menuntut ilmu, tempat mencari rizqi, tempat kenalnya kita dengan islam rahmatan lil aalamiinn.
Hadits dari Ibnu Abbas RA, sesungguhnya Rasulullah berkhutbah kepada para umatnya pada hari ‘Idul Qurban. Nabi bersabda: “Wahai para manusia, hari apakah ini? Mereka menjawab: Ini ini haram. Wahai para manusia, negara apakah ini? Mereka menjawab: Ini negara haram.Wahai para manusia, bulan apakah ini? Mereka menjawab: Ini bulan haram.” Nabi Muhammad bersabda lagi: “Sesungguhnya darahmu, hartamu dan anggota tubuhmu itu haram sebagaimana keharaman hari ini, di negara ini dan bulan ini. (HR Imam Bukhari)

Pelajaran yang ketiga adalah, kita sebagai umat muslim apabila telah memiliki rizqi yang cukup maka dianjurkan untuk berkurban dan segera melaksanakan ibadah haji. perlu ditegaskan kembali pentingnya umat Islam memuliakan agama dengan cara mengikuti seluruh perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya. sekali lagi Umat Islam yang sudah kaya harta dan kuat akan fisiknya, diwajibkan untuk haji ke baitullah. Termasuk disunnahkan melaksakanakan qurban pada waktu idul Adha. Allah berfirman:

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ، فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ، إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ 

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu Dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar: 1-3)

Diakhir tulisan ini, marilah kita bersama-sama mendoakan saudara muslim kita. yang hari ini sedang mempersiapkan diri untuk kepadang arofah untuk melaksanakan puncak ibadah haji ditanah suci, tepatnya esok hari waktu arab saudi. Kita doakan saudara seiman kita, agar senantiasa diberi kekuatan dalam menjalankan rangkaian ibadah haji ditahun ini. Semoga kita bisa mengikuti jejak saudara kita yang sudah melaksanakan ibadah haji. Amin ya robbal aalamiinn.

Rabu, 19 September 2018

MODUL AKUNTANSI DASAR (SMK_KLS_X)



SEMESTER I

MATERI PEMBELAJARAN 1
JENIS BADAN USAHA




1.   Pengertian Badan Usaha
BADAN USAHA adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis dan ekonomis yang bertujaun mencari laba atau keuntungan.
Badan usaha sering kali disamakan dengan perusahaan, walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, badan usaha adalah sebuah lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana badan usaha itu mengelola faktor-faktor produksi.

2.   Jenis badan usaha berdasarkan kegiatannya
a.   Badan usaha ekstraktif; badan usaha yang dalam kegiatan usahanya mengeksplorasi apa yang sudah di sediakan langsung oleh alam. Misalnya pertambangan, pembuatan garam dan penebangan kayu.

b.   Badan usaha agraris; badan usaha yang di dalam kegiatan usahanya menjalankan budidaya hewan dan tumbuhan. Misalnya pertanian, perkebunan dan perikanan









c.   Badan usaha industri; badan usaha yang dalam kegiatannya melakukan pengolahan barang mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Misalnya PT. Kimia Farma, PT. Semen Gresik



d.   Badan usaha perdagangan; badan usaha yang dalam kegiatan usahanya melakukan pembelian barang untuk di jual kembali guna memperoleh suatu keuntungan. Misalnya Amplas Plaza, Mirota Kampus



e.   Badan usaha jasa; badan usaha yang dalam kegiatan usahanya bergerak dalam bidang jasa,atau memberikan suatu pelayanan kepada masyarakat. Misalnya : PT. BRI, Jasa Raharja, PT. Kereta Api, PT. Pos Indonesia



3.   Jenis badan usaha berdasarkan kepemilikan modal
a.   Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Misalnya : PT. Pertamina, PT. PLN Persero, PT. Telkom, PTPN dan lain sebagainya.





b.   Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) Misalnya : PT. Coca cola, PT. Indofood, PT. Wings Group dan lain sebagainya.





c.   Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Misalnya BPD Yogyakarta, BPD Jateng, BPR Klidang Lor (KAB. Batang), PDAM dan lain sebagainya.


d.   Badan Usaha Campuran, yaitu badan usaha yang kepemilikan modalnya nya antara pemerintah dan swasta. Contohnya, badan usaha yang berada di Provinsi DKI Jakarta ; PT Pembangunan Jaya, sebagian modalnya dimiliki pemerintah dan sebagian dimiliki swasta.






4.   Jenis badan usaha berdasarkan wilayah yang ditempati
a.   Badan usaha penanaman modal dalam negeri
Modal dari badan usaha ini dimiliki oleh masyarakat dalam negeri itu sendiri.
b.   Badan usaha penanaman modal asing
Modal dari badan usaha ini dimiliki oleh masyarakat dalam luar negeri.

5.   Jenis badan usaha berdasarkan karakteristik perusahaan
a.   Perusahaan manufaktur
b.   Perusahaan dagang
c.   Perusahaan jasa

6.   Bentuk badan usaha berdasarkan hukum
a.   Badan usaha perseorangan; suatu bentuk badan usaha yang kepemilikan modalnya dimiliki oleh perseorangan serta di didirikan juga oleh orang yang bersangkutan secara mandiri.
b.   Firma; bentuk badan usaha yang didirikan oleh 2 orang atau lebih yang dalam penggunaan nama perusahaannya menggunakan nama bersama.
c.   Persekutuan komanditer (CV); bentuk usaha yang didirikan berdasarkan komanditer atau kepercayaan
d.   Persekutuan Terbatas (PT); badan usaha yang kepemilikan modalnya berbentuk atas saham yang terbagi-bagi. Tanggung jawab pemilik saham, tergantung jumlah saham yang di miliki.
e.   Perusahaan Daerah (PD); PD merupakan perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah. Tujuan pendirian perusahaan ini adalah untuk mencari keuntungan yang dapat digunakan untuk pembangunan daerahnya.
f.    Yayasan; bentuk badan usaha yang dilakukan dengan kerjasama dari orang-orang yang berkerja dalam bidang sosial, kemanusiaan serta keagamaan dengan tujuan untuk memberikan bantuan kepada sesama manusia guna meningkatkan kualitas hidup.
g.   Koperasi; badan usaha yang memiliki anggota dan setiap orangnya memliki tugas dan tanggung jawab masing-masing yang memiliki prinsip koperasi dan berdasar pada ekonomi rakyat sesuai dengan asas kekeluargaan yang tercantum pada Undang Undang Nomor 25 tahun 1992
h.   Badan usaha swasta asing; bentuk badan usaha dimana kepemilikannya oleh asing namun beroperasi di Indonesia, dan badan usaha ini harus mengikuti ketentuan dan regulasi pemerintah Indonesia.

Senin, 16 Juli 2018

MODUL ADMINISTRASI PAJAK (SMK_KLS_XI)



SEMESTER I
MATERI PEMBELAJARAN I
PENGANTAR ADMINISTRASI PAJAK


1.   Pengertian – pengertian


-          Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
-          Wajib pajak adalah Orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
-          Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
-          Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
-          Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalende

2.   Dasar hukum perpajakan di Indonesia
-          Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah segala pengertian, ketentuan, peraturan dan hal-hal yang menyangkut perpajakan menurut Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2000 (UU KUP)
-          Hukum pajak material dapat juga disebut sebagai ketentuan material dalam perpajakan. Berarti, mengatur hal-hal secara materi dalam perpajakan. Siapa yang dikenakan pajaknya atau siapa subjek pajaknya. Apa objek yang dikenakan pajaknya. Berapakah besar tarif pajaknya dan besarnya pajak yang terutang. Berikut ini merupakan contoh-contoh hukum pajak material secara rinci, diantaranya :
UU No. 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan
UU No. 18 tahun 2000 tentag Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa dan Pajak Atas Penjualan Barang Mewah (PPN dan PPnBM)
UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB)
UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai
UU No. 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah
UU No. 20 tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah Dan Bangunan

3.   Fungsi  pajak
-          Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
-          Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.
-          Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
-          Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

4.   Penggolongan pajak
a.       Berdasarkan pihak yang memungut pajak  
-          Pajak Pusat
Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya : Pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
-          Pajak Daerah
Pajak Daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contohnya : Pajak reklame, Pajak hiburan, Pajak kendaraan bermotor, Pajak pemanfaatan air tanah, Pajak penerangan, dll 
b.      Berdasarkan Sifatnya
-          Pajak Subjektif
Pajak Subjektif adalah pajak yang dikenakan kepada orang yang menerima penghasilan tidak berpengaruh dari mana penghasilannya. Contohnya : Pajak penghasilan (PPh)
-          Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang dikenakan atas bendannya yang kemudian dicari subjeknya.
Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
c.       Berdasarkan Cara Pembebanan Pajak
-          Pajak Langsung
Pajak Langsung adalah jenis pajak yang langsung ditanggung oleh wajib pajak dan beban pajak tidak bisa dilimpahkan ke pihak lain.
Contohnya : Pajak penghasilan (PPh)
-          Pajak tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang bebannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contohnya : Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)

5.   Asas Pemungutan pajak
-          Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).
-          Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
-          Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.



TUGAS MANDIRI TERSTRUKTUR/ TIDAK TERSTRUKTUR
MATERI PEMBELAJARAN I


Soal Pengetahuan
1.    Jelaskan definisi pajak menurut S.I Djajadiningrat !
2.    Sebutkan penerapan pajak sebagai fungsi regulared !
3.    Jelaskan dan sebutkan jenis-jenis pajak menurut golongan!
4.    Sebutkan dan jelaskan teori yang mendukung pemungutan pajak!

5.    Sebutkan Asas-asas pemungutan pajak !


TUGAS MANDIRI TERSTRUKTUR/ TIDAK TERSTRUKTUR
MATERI PEMBELAJARAN I


Soal Keterampilan
Topik diskusi yang diberikan guru dalam model pembelajaran ekspositori:
-         Mengamati dan menganalisis ketentuan umum perpajakan
-         Menjelaskan dasar hukum dan penggolongan pajak di Indonesia
-         Meyebutkan dan menjelaskan asas-asas pemungutan dan pengenaan pajak


MATERI PEMBELAJARAN II
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)


1.   Pengertian dan Fungsi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
-          Pengertian NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajaka yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya
-          Fungsi NPWP
a.   Sebagai tanda pengenal diri  atau identitas wajib pajak
b.   Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan
c.   Sarana dalam administrasi perpajakan.
d.   Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
e. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
2.   Pendaftaran Untuk Mendapatkan NPWP
a.  Berdasarkan sistem penaksiran sendiri untuk setiap WP wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak, untuk diberikan NPWP.
b. Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
c. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan.
d.  Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, bila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
e.  Wajib Pajak Orang Pribadi lainnya yang memerlukan NPWP dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.
3.   Tata cara Pendaftaran NPWP
Untuk mendapatkan NPWP Wajib Pajak (WP) mengisi formulir pendaftaran dan menyampaikan secara langsung atau melalui pos ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4) setempat dengan melampirkan:
1.    Untuk WP Orang Pribadi Non-Usahawan: Foto kopi Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia atau foto kopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing.
2.        Untuk WP Orang Pribadi Usahawan :
A. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing;
B. Surat Keterangan tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dari instansi yang berwenang minimal Lurahatau Kepala Desa.
3. Untuk WP Badan :
A. Fotokopi akta pendirian dan perubahan terakhir atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat bagi BUT;
B. Fotokopi KTP bagi penduduk Indonesia atau fotokopi paspor ditambah surat keterangan tempat tinggal dari instansi yang berwenang minimal Lurah atau Kepala Desa bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif;
C. Surat Keterangan tempat kegiatan usaha dari instansi yang berwenang minimal kabupaten

4.   Wajib Pajak Pindah
Dalam hal Wajib Pajak pindah domisili atau pindah tempat kegiatan usaha, Wajib Pajak melaporkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak lama maupun Kantor Pelayanan Pajak baru dengan ketentuan:
1.    Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan Pindah tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas adalah surat keterangan tempat tinggal baru atau tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang baru dari instansi yang berwenang (Lurah atau Kepala Desa)
2.    Wajib Pajak Orang Pribadi Non Usaha, Surat keterangan tempat tinggal baru dari Lurah atau Kepala Desa, atau surat keterangan dari pimpinan instansi perusahaannya.
3.    Wajib Pajak Badan, Pindah tempat kedudukan atau tempat kegiatan usaha adalah surat keterangan tempat kedudukan atau tempat kegiatan yang baru dari Lurah atau Kepala Desa.
5.   Penghapusan NPWP dan Persyaratannya
1. WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotokopi akta kematian atau laporan kematian dari instansi yang berwenang;
2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah/akta perkawinan dari catatan sipil;
3. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris;
4. WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akta pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
5. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
6. WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.
6.   Penerbitan NPWP Secara Jabatan
KPP dapat menerbitkan NPWP secara jabatan, apabila WP tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP. Bila berdasarkan data yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak ternyata WP memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP maka terhadap wajib pajak yang bersangkutan dapat diterbitkan NPWP secara sepihak oleh Direktorat Jenderal Pajak.
7.   Sanksi yang berhubungan dengan NPWP
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar. Berdasarkan PER-31 tahun 2009 tentang Pedoman Teknis dan Tata Cara Pemotongan, Penyetoran PPh Pasal 21 Pasal 20;
1)    Bagi penerima penghasilan yang PPh pasal 21 yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang memiliki NPWP
2)  Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar 120% (seratus dua puluh persen) dari jumlah PPh Pasal 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang bersangkutan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
3)   Pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku untuk pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat tidak final
4.  Dalam hal pegawai tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghaslan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk masa pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terhutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.



TUGAS MANDIRI TERSTRUKTUR/ TIDAK TERSTRUKTUR
MATERI PEMBELAJARAN II


Soal Pengetahuan
1.       Jelaskan secara luas tentang Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)!
2.       Jelaskan Fungsi NPWP!
3.       Jelaskan Tata cara memperoleh NPWP!
4.       Jelaskan Sanski tidak mempunyai NPWP!
5.       Jelaskan penghapusan NPWP!


TUGAS MANDIRI TERSTRUKTUR/ TIDAK TERSTRUKTUR
MATERI PEMBELAJARAN II

Soal Keterampilan
Topik diskusi yang diberikan guru dalam model pembelajaran discvery learning
-         Mengamati sarana administrasi dalam administrasi pajak
-         Mengidentifikasi formulir-formulir yang digunakan sebagai sarana administrasi pajak
-         Menjelaskan procedural pembuatan NPWP



MATERI PEMBELAJARAN III
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 (PPh PASAL 21)

Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah pajak penghasilan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.



Ketentuan

Pemotong PPh Pasal 21

Pemotong pajak yang memotong PPh Pasal 21 adalah:
  1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
  2. Bendahara pemerintah baik Pusat maupun Daerah.
  3. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT Asabri.
  4. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
  5. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
  6. Penyelenggara kegiatan.

Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

  1. Pegawai tetap.
  2. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.
  3. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
  4. Penerima honorarium.
  5. Penerima upah.
  6. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris).
  7. Peserta Kegiatan.

Penerima Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21

  1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:
    • bukan warga negara Indonesia dan
    • di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
  2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

  1. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transpot, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun;
  2. penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap;
  3. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan, atau pemagangan yang merupakan calon pegawai;
  4. uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja;
  5. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, terdiri atas:
    1. tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris)
    2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
    3. olahragawan;
    4. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
    5. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
    6. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial;
    7. agen iklan;
    8. pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat;
    9. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;
    10. peserta perlombaan;
    11. petugas penjaja barang dagangan;
    12. petugas dinas luar asuransi;
    13. peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai;
  6. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
  7. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan gaji dan honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda/duda atau anak-anaknya.

Yang Tidak Termasuk Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21

  1. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
  2. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain Pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit);
  3. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;
  4. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
  5. beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu (Pasal 3 ayat 1 UU PPh). Ketentuannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008.

Ketentuan Lainnya

  1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
  2. Pemotong PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir.
  3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
  4. Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

Tarif dan Penerapannya

  1. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai, serta distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut:
    1. Pegawai Tetap: Penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan); dikurangi iuran pensiun/iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
    2. Penerima Pensiun Bulanan: Penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000 sebulan); dikurangi PTKP.
    3. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai: Penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.
    4. Distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis: penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP per bulan.
  2. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto.
  3. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris) dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang PPh x 50% dari perkiraan penghasilan bruto dikurangi PTKP perbulan.
  4. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp 150.000 sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp 1.320.000 atau tidak dibayarkan secara bulanan, maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp 150.000. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp 1.320.000, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.
  5. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut:
    1. 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp 25.000.000 (dikecualikan dari pemotongan pajak).
    2. 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 25.000.000 s.d. Rp 50.000.000.
    3. 10% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 100.000.000.
    4. 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 s.d. Rp 200.000.000.
    5. 25% dari penghasilan bruto di atas Rp 200.000.000.
  6. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. II/d ke bawah, anggota TNI/Polri berpangkat Peltu atau Aiptu ke bawah.

PEMBELAJARAN PPh PASAL 21 DIATAS DISARIKAN DARI ARTIKEL https://www.wikiapbn.org/pajak-penghasilan-pasal-21/


PENULIS :
Agus Nur Ikhsan Kurniawan
SMK Negeri 1 Blado, Kab. Batang
wa. 082323996267
fb. Agus Nur Ikhsan Kurniawan
ig. an_ikhsankurniawan